Di sekitar kota Shanghai banyak dijumpai kota kanal, salah satunya adalah Qiandeng. Kota tua Qiandeng yang artinya Seribu Lampu ini letaknya di Kunshan, provinsi Jiangsu. Tidak terlalu dikenal oleh wisatawan mancanegara dan lokasinya tidak terlalu mencolok mata.
Tempat ini saya temukan ketika sedang mencari-cari di internet tempat wisata yang tidak terlalu padat pengunjung dan tidak jauh dari kota Shanghai.
Kebetulan supir yang bekerja di kompleks perumahan tempat kami tinggal berasal dari tempat ini. Maka ketika saya tanyakan apakah ia punya waktu untuk ke sana, dengan senang hati ia mengantar. Hanya 40 km jaraknya dari tempat tinggal kami.
Sepanjang jalan menuju lokasi kota kanal ini hanya terlihat seperti jalanan biasa yang di kiri kanannya berjejer toko dan restoran. Ramai pengunjungnya, seperti ramainya keseharian di pasar.
Di bagian ujung kanan deretan toko, terdapat loket yang tidak terlalu istimewa bentuknya. Tidak dipungut biaya memasuki kawasan ini, tetapi jika ingin mengunjungi museum, pameran, teater harus membayar 60 Yuan untuk dewasa dan 30 Yuan untuk anak. Cukup membeli 1 tiket sebagai "tiket terusan" untuk semua tempat-tempat tersebut.
Kota Qiandeng dulunya bernama Qiandun didirikan 2500 tahun yang lalu. Arsitektur bangunannya paduan masa Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Qing (1644-1912). Hampir semua masih terlihat terawat baik, walaupun sebagian yang tidak berpenghuni mulai ada yang rusak dan hampir rubuh.
Di kota ini terdapat museum lampu. Dipamerkan berbagai jenis lampu dan terbuat dari berbagai bahan baku. Lampu-lampu ini berasal dari dinasti yang berbeda, dari masa ke masa. Sayangnya tidak banyak keterangan yang bisa saya dapatkan, lagi-lagi karena keterbatasan bahasa.
Lorong kota - foto: HennieTriana
Kami memasuki dua gedung pertunjukan opera. Sayangnya pertunjukan baru akan dimulai sore hari. Terlihat panggung masih kosong, belum ada persiapan apapun dilakukan.
Ada beberapa orang yang duduk di kursi penonton yang tersusun rapi. Mereka sepertinya tidak peduli akan menunggu lama, terlihat mereka saling berbincang satu sama lain. Mungkin mereka penonton langganan dan tinggal di sekitar daerah ini.
Di kota inilah lahirnya Kunqu Opera atau Kunshanqiang sekitar 600 tahun yang lalu. Opera Kunqu merupakan leluhur dari Opera Cina.
Seni Opera Kunqu adalah gabungan dari bernyanyi, membaca, akting, akrobat, menari dan seni bela diri yang terkenal dengan gerakan elegan dan suara yang merdu dan indah.
Pertunjukan opera tidak hanya memperkaya kehidupan intelektual penontonnya, tetapi juga menyebarkan moralitas sosial, pandangan tentang kesetiaan, kesalehan, kebaikan dan keadilan, kerinduan akan kehidupan yang baik dan cinta yang setia.
Pada tahun 2001 Opera Kunqu masuk daftar warisan dunia UNESCO sebagai "Masterpieces of the the Oral and Intangible Heritage of Humanity".
Kami putuskan untuk meninggalkan ruangan, menonton opera seperti ini dengan membawa anak kecil bukan pilihan yang tepat.
Di sekitar gedung pertunjukan ada beberapa tempat penyewaan kostum opera. Termasuk juga jasa tata rias wajah dan fotografer, bagi yang ingin menyewa dan mendapatkan hasil foto yang bagus.
Menikmati Kota dan Makan
Gang-gang sempit di sini terbuat dari susunan lempengan batu-batu sepanjang 1,5 KM, yang terbentang dari utara ke selatan.
Penjual Chou Doufu - foto: HennieTriana
Aroma chou doufu (tahu busuk) tercium di mana-mana. Chou doufu adalah tahu yang dibuat dengan cara fermentasi dan diasinkan yang menghasilkan aroma yang sangat tajam.
Makanan ini sangat populer di Cina, dulunya makanan ini merupakan kudapan murah yang tersedia di warung-warung dan pasar malam. Tetapi sekarang restoran juga menyajikan tahu busuk ini sebagai salah satu menu khas mereka.
Di Qiandeng ini chou doufu sepertinya merupakan jajanan khas, dijual dengan cara menggoreng dan disiram saus. Saya tidak mencobanya, karena masih belum biasa dengan aromanya. Menurut beberapa teman yang pernah mencoba, chou doufu ini sangat enak rasanya setelah digoreng.
Sudut kota Qiandeng - foto: HennieTriana
Siang itu kami menikmati makan siang di salah satu restoran yang terletak di pinggiran kanal. Tempat ini kami pilih karena menampilkan menu makanan dengan gambar hidangannya. Jika tidak mengerti aksara Cina dan menu tanpa gambar makanan, dijamin tidak tahu masakan apa yang akan tersaji.
Karena di kota ini hampir tidak terlihat wisatawan kaukasia, maka kami harus pasrah makan siang dengan orang-orang yang berdiri di sekitar meja menonton kami, tepatnya menonton suami dan anak saya. Betapa berkesannya.
0 komentar: